Kamis, 16 September 2010

MENINJAU ULANG TENTANG IMBIBISI DI STASIUN GILINGAN PABRIK GULA

Oleh :


Ir. Sunantyo, MT. APU.


Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia


P3GI Pasuruan



Upaya menyelematkan kandungan gula atau sukrosa dalam batang tebu memerlukan penanganan seoptimal mungkin, yaitu semenjak tebu ditebang sampai digiling di stasiun gilingan. Dalam hal ini telah banyak diketahui oleh pelaku industri gula, baik dari bidang tanaman, pabrikasi maupun bidang instalasi. Di stasiun gilingan tebu terlebih dahulu dipotong, dirobek, dibelah, dicacah dan dihancurkan menjadi serpihan kecil-kecil kemudian digiling untuk diperah niranya.



Berbagai upaya telah dilakukan semaksimal mungkin oleh para teknolog untuk memerah nira yang terkandung di batang tebu. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi efisiensi dalam pemerahan nira. Dalam kegiatan pemerahan nira dari batang tebu dikenal dengan istilah ekstraksi. Ekstraksi didefinisikan sebagai proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan suatu pelarut. Sebagai pelarut yang digunakan dalam proses pemerahan nira di stasiun gilingan adalah air. Air yang digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi tebu kita kenal sebagai air imbibisi. Maksud dari pemberian imbibisi ini adalah untuk mengencerkan nira yang tersisa dalam ampas tebu agar lebih mudah diperah niranya.



Salah satu faktor penting yang mempengaruhi pemerahan nira dari batang tebu adalah pemberian imbibisi air di stasiun gilingan. Kiat pemberian imbibisi di stasiun gilingan yang dilakukan sejak lama ternyata mempunyai permasalahan tersendiri yang unik dan menarik untuk ditinjau.



Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Hasil Ekstraksi



Di pabrik gula angka pengawasan gilingan untuk menyatakan hasil ekstraksi di stasiun gilingan adalah angka HPG (Hasil Pemerahan Gula). Ekstraksi atau HPG dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tebu, kadar sabut, umur tebu, kandungan kotoran tebu, tipe atau jenis pencacahan awal, susunan gilingan, putaran rol, bentuk alur rol, setelan gilingan, stabilitas kapasitas giling, tekanan, sanitasi gilingan, kadar gula atau pol tebu dan imbibisi. Dari banyak faktor yang berpengaruh terhadap hasil ekstraksi tersebut dalam tulisan ini akan ditinjau ulang sehubungan tentang imbibisi.



Imbibisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi. Sehubungan dengan imbibisi untuk angka pengawasan di stasiun gilingan dinyatakan dalam angka imbibisi % tebu dan imbibisi % sabut. Guna mendapatkan gambaran pengaruh imbibisi terhadap hasil ekstraksi, berikut disajikan data rerata imbibisi % sabut dan % pol ampas akhir seperti tampak pada tabel 1.



Tabel 1. Rerata imbibisi % sabut dan % pol ampas akhir



1.JPG




Sumber data : Daftar 1 Soetomo R, 1965


Dari tabel 1 yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok A, B dan C menunjukkan bahwa imbibisi % sabut menurun, maka % pol ampas akhir nampak cenderung meningkat yang berarti suatu kecenderungan hasil ekstraksi / HPG (Hasil Pemerahan Gula) menurun dan atau sebaliknya. Sehubungan dengan pengaruh imbibisi terhadap hasil ekstraksi berikut disajikan data imbibisi % sabut dan HPG12,5 seperti tampak pada tabel 2.



Tabel 2. Rerata imbibisi % sabut dan HPG12,5.


3.JPG


Sumber : Ikhtisar Angka Perusahaan P3GI (Mochtar M, dkk)



Memperhatikan data dalam tabel 2 tampak bahwa makin tinggi imbibisi % sabut ada kecenderungan makin tinggi hasil pemerahan gula (HPG). Jika standar pemakaian imbibisi % sabut adalah berkisar 130 - 140 berarti dalam masa giling 1978 - 1994 (tidak termasuk diffuser) rerata imbibisi % sabut telah menuju standar dari tinjauan pemberian air imbibisi.



Cara Pemberian Imbibisi



Dalam hal imbibisi permasalahan yang menarik dan perlu mendapat perhatian antara lain adalah macam, cara pemberian, kuantitas dan kualitas imbibisi yang diberikan di stasiun gilingan. Imbibisi yang diberikan di stasiun gilingan ada dua macam, yaitu imbibisi air dan imbibisi nira. Imbibisi air yaitu imbibisi yang diberikan ke stasiun gilingan hanya berupa air. Imbibisi air tersebut berasal dari luar stasiun gilingan, yaitu berasal dari air kondensat, air sumur/tanah dan atau air sungai.



Mengenai suhu imbibisi yaitu kita kenal dengan imbibisi dingin dan imbibisi panas. Imbibisi dingin, yaitu air yang diberikan sebagai imbibisi di stasiun gilingan tanpa dipanasi terlebih dahulu. Sedangkan imbibisi panas, yaitu air yang diberikan sebagai imbibisi dipanasi terlebih dahulu sampai suhu 60 - 70 C. Selain itu, cara memberikan imbibisi sebaiknya perlu diberikan sejak ampas tebu keluar dari rol belakang gilingan di sepanjang rol atau selebar krepyak disemprot merata dengan tekanan yang kuat. Penyemprotan yang merata dan kuat dimaksudkan agar air dapat merata dengan cepat keseluruh permukaan partikel ampas. Pekerjaan ini bukanlah hal mudah, karena dalam waktu yang singkat diharapkan pencampuran berjalan sempurna dan merata. Mengingat karakteristik ampas tebu cepat menyerap air. Daya serap ampas terhadap air tinggi sekali, mencapai 4 sampai 5 kali berat ampas semula.



Kuantitas imbibisi merupakan permasalahan yang penting, oleh karena sangat menentukan konsentrasi nira dalam ampas setelah proses pelarutan atau pengenceran. Pada kondisi ekstraksi tertentu, nira yang tersisa dalam ampas jumlahnya akan sebanding dengan jumlah sabut. Angka pengawasan imbibisi di stasiun gilingan lebih tepat apabila dinyatakan dengan imbibisi % sabut daripada imbibisi % tebu. Namun ada teknolog yang menyatakan dengan imbibisi % nira yang tersisi dalam ampas gilingan 1, oleh karena nira tersebut yang akan mengalami pelarutan dan pengenceran. Imbibisi air yang digunakan sebagai pelarut harus diuapkan kembali, maka kuantitas air yang diberikan harus mempunyai batasan optimal. Kuantitas imbibisi yang optimal ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain kenaikan ekstraksi dan besarnya biaya untuk penguapan air yang diperlukan. Kuantitas imbibisi merupakan suatu fungsi dari ekstraksi, yaitu ekstraksi atau HPG meningkat dengan meningkatnya kuantitas imbibisi yang diberikan. Namun dalam kenyataannya hal ini sulit untuk menentukan batasan peningkatan ekstraksinya.



Mengenai kualitas imbibisi selain imbibisi nira, imbibisi air yang diberikan di stasiun gilingan bukan hanya air kondensat, air sumur/tanah juga digunakan dan juga air sungai. Sampai sekarang ini, khususnya air yang diperoleh dari sungai belum kita perhatikan kualitasnya. Tidak mustahil kualitas imbibisi air yang berasal dari sungai, khususnya air yang tercemar dari berbagai polutan maka diduga banyak atau sedikit akan mempengaruhi kualitas dari nira yang berhasil diperah.



Dalam hal imbibisi dikenal pula tentang maserasi panas nobel yaitu nira dipanaskan sampai suhu 80 - 90C dengan hasil yang cukup memuaskan dalam upaya untuk meningkatkan ekstraksi. Kegiatan ini pernah dilakukan di pabrik gula di Indonesia sekitar tahun 1940an. Namun setelah alat pencacah pendahuluan berkembang dengan pesat tampak bahwa efektifitas sistem maserasi panas nobel kurang nyata.



Sehubungan dengan upaya peningkatan ekstraksi dengan sistem difusi telah lama ada peralatan yang disebut dengan diffuser. Pada sistem difusi ini, pemakaian air sangat tinggi. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan diffuser antara lain, imbibisi berkisar % sabut, pH nira, suhu nira sekitar, kebersihan lingkungan di stasiun gilingan, kapasitas giling yang kontinu, dsb.



Dari uraian diatas dikatakan bahwa suhu imbibisi air yang digunakan adalah imbibisi panas dan imbibisi dingin. Dengan imbibisi air panas, maka gula akan lebih banyak dan lebih cepat terperah dan memungkinkan pula bukan gula ikut terlarut, misalnya lilin, tanah dsb. Disamping itu angka pengawasan dari penimbangan (berat) menjadi kurang teliti karena kemungkinan terjadi penguapan. Dengan imbibisi air dingin angka penimbangan (berat) tidak terpengaruh, karena kemungkinan tidak terjadi penguapan selama proses pemberian imbibisi berlangsung dan tidak ada biaya ekstra untuk pemanasan air tetapi gula yang terperah relatif sedikit. Upaya yang telah dicoba dibeberapa pabrik gula sehubungan dengan imbibisi yang tanpa memerlukan ekstra jumlah air dari kebiasaan yang telah dilakukan oleh pabrik gula yaitu dengan sistem sirkulasi yang dinamakan sistem sirkulasi imbibisi.



Sistem Sirkulasi Imbibisi



Setiap penambahan air di stasiun gilingan yang dimaksudkan untuk memperoleh kenaikkan ekstraksi, maka dalam proses pengolahan selanjutnya air tersebut harus diuapkan atau dipisahkan kembali. Dengan mengingat batasan kuantitas air yang ditambahkan di stasiun gilingan perlu mendapat perhatian, maka salah satu upaya lain yang pernah dilakukan untuk meningkatkan ekstraksi dan tampak memberikan hasil positif ialah sistem sirkulasi imbibisi.



Maksud dari sistem sirkulasi imbibisi adalah untuk mengontakkan sebanyak mungkin air dengan nira yang tersisa dalam sel jaringan ampas tebu tanpa menambah kuantitas imbibisi air ke stasiun gilingan. Dasar pertimbangan pertama yaitu tetap mengingat bahwa setiap penambahan air di stasiun gilingan maka perlu diuapkan kembali yang dalam hal ini merupakan suatu ekstra biaya. Sedangkan dasar pertimbangan kedua, bahwa dari gilingan akhir dan didepannya kandungan % brix niranya masih relatif rendah, misalnya % brix nira gilingan akhir 4.50, maka berarti yang 95,50 % adalah air. Demikian pula untuk nira yang berasal dari gilingan sebelumnya.



Cara melakukan sistem sirkulasi imbibisi adalah sebagai berikut : nira yang berasal dari gilingan akhir yang biasanya semua dialirkan ke ampas gilingan sebelumnya, maka dengan sistem sirkulasi imbibisi ini tidak semuanya dialirkan ke ampas yang akan masuk ke gilingan didepannya, tetapi sebagian dialirkan lagi ke gilingan akhir. Demikian seterusnya untuk nira yang berasal dari gilingan didepannya. Tentunya dengan mengingat pertimbangan lain, yaitu sejauh mana gilingan tidak boleh selip dan kadar air ampas akhir tetap harus dijaga seperti semula.



Penutup



Faktor yang berpengaruh terhadap ekstraksi gilingan diantaranya adalah imbibisi. Oleh karena itu, setiap upaya sehubungan dengan imbibisi yang memberikan dampak positif terhadap kenaikan ekstraksi, tentunya layak mendapat perhatian. Sehubungan dengan pemakaian imbibisi, maka sistem sirkulasi imbibisi merupakan salah satu alternatif yang layak diuji dan dicoba lebih optimal untuk dikembangkan.



Dari : http://www.risvank.com/

2 comments:

solotrip mengatakan...

makasi min.. membantu bgt buat refrensi tugas akhir

Unknown mengatakan...

terima kasih informasinya