Selasa, 24 Agustus 2010

SEKILAS PERJALANAN PROSES PENGOLAHAN GULA TEBU




Pada umumnya, pabrik gula tebu di Indonesia merupakan warisan belanda pada zaman kolonial. Perjalanan proses pengolahannyapun hampir seragam kecuali pada pabrik yang menerapkan proses karbonatasi. Berikut ini adalah sekilas proses pengolahan gula tebu dengan prmurnian cara sulfitasi. Secara garis besar, pabrik gula bertujuan untuk mengambil sukrosa dari tebu semaksimal mungkin dengan menekan kehilangan gula seoptimal mungkin.




Dalam pabrik gula dikenal section-section yang disebut stasiun, mulai dari emplasement, stasiun gilingan sampai pengarungan.


Emplasement (Halaman Pabrik)


Halaman pabrik berfungsi untuk menimbun tebu yang datang dari kebun. Biasanya di sekitarya terdapat pohon-pohon besar yang berfungsi untuk menahan panasnya matahari. Suhu halaman pabrik yang panas akan menyebabkan temperatur tebu naik dan akan barakibat mempercepat proses tebu menjadi layu (wayu). Layunya tebu akan dibarengi dengan inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Hal ini disebabkan karena nira dalam tebu bersifat asam dan proses inversi lebih cepat apabila temperatur tinggi.




Idealnya, halaman pabrik dilengkapi dengan timbangan tebu, baik berupa jembatan timbang atau crane yang dilengkapi dengan timbangan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bobot tebu yang masuk ke pabrik dan selanjutnya digunakan untuk pengawasan proses. Halaman pabrik juga harus mempunyai alat untuk bongkar muatan baik dari truk atau dari lori.




Yang terpenting adalah, persediaan tebu di halaman pabrik harus dapat memenuhi kapasitas giling. Sebenernya, sisa tebu kemarin dalam halaman pabrih, semakin kecil semakin baik. Untuk menjamin kelancaran giling, sisa tebu yang baik yaitu pada jam 06.00 sampai 18.00 sebanyak 12 dikali kapasitas giling perjam, dan pada jam 18.00 - 06.00 sebenyak 15 dikali kapasitas giling perjam. Literature lain juga menyebutkan sisa tebu kemarin yang baik adalah sebesat 25-30% dari kapasitas giling perhari dihitung pada jam 06.00 pagi.




Stasiun Gilingan


Stasiun gilingan dibagi menjadi dua bagian yaitu persiapan dan gilingan


1. Persiapan


Tebu yang dibongkar dari truk atau lori diletakkan diatas meja tebu. Meja tebu dilengkapi dengan alat yang berfungsi untuk mendorong tebu ke krepyak tebu (carrier). Setelah diatas carrier, tebu dibawa melewati cutter untuk dipotong menjadi bagian yang lebih kecil. Selanjutnya tebu terpotong dihancurkan dengan menggunakan shredder atau unigrator. Setelah itu masuk ke gilingan




Proses persiapan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan tebu yang akan digiling sehingga proses pemerahan bisa maksimal. Efektifitas dari alat-alat persiapan ditunjukkan dengan angka preparation index yang besarannya berbeda-beda tiap pabrik. Pada umumnya angka preparation index lebih kurang sebesar 90




2. Gilingan


Gilingan berfungsi untuk mengambil nira dalam tebu. Optimalnya gilingan dengan cepat dapat diketahui dengan melihat pol ampas. Semakin kecil pol ampas, akan semakin baik.




Dalam stasiun gilingan diberikan air panas (added water) yang biasa disebut imbibisi (dari bahasa belanda imbibitie). Fungsinya untuk membilas ampas gilingan antara agar fungsi pemerahan gula bisa maksimal. Umumnya pabrik gula menerapkan sistem imbibisi majemuk yaitu menggunakan air panas dan nira gilingan berikutnya. Dari stasiun gilingan dihasilkan nira mentah yaitu nira yang keluar dari gilingan 1 dan 2.








Stasiun Pemurnian


Fungsi dari stasiun pemurnian adalah untuk menyingkirkan kotoran-kotoran bukan gula yang terdapat dalam nira mentah. Proses yang dilakukan baik berupa proses fisik ataupun kimia. Proses dalam stasiun pemurnian dilakukan sedemikian rupa sehingga kerusakan sukrosa dapat ditekan seoptimal mungkin.




Yang pertama dilakukan dalam stasiun pemurnian adalah menyaringan dengan menggunakan saringan parabolis (DSM). Setelah itu nira mentah dipanasi sampai suhu 75 C. Nira mentah yang telah dipanasi ditambahkan Ca(OH)2 sampai pH tertentu. Setelah itu pada nira ditambahkan SO2 sampai pH netral. Nira dipanaskan kembali sampai suhu 105 C, ditambahkan flokulan dan diendapkan di clarifier. Setelah mengendap, nira jernih disaring lagi dan menghasilkan nira encer, setelah itu, dipanaskan sampai suhu 115 C dan selanjutnya diproses ke tehap evaporasi. Nira kotor yang ada di clarifier selanjutnya disaring menggunakan vacuum filter. Proses filtrasi ini menghasilkan filtrat dan blotong. Filtrat akan dikembalikan lagi ke awal proses pemurnian dan blotong diangkut truk menuju tempat penimbunan.




Stasiun Penguapan


Fungsi dari stasiun penguapan adalah meningkatkan konsentrasi larutan gula dalam nira. Nira encer dari stasuin pemurnian diuapkan dengan menggunakan evaporator multi effect. Nira dipanaskan dengan menggunakan uap panas yang berasal dari uap bekas penggerak turbin gilingan. Nira encer yang mempunyai brix 15 diuapkan airnya sampai mencapai brix 60. setelah itu akan dihasilkan material yang dinamakan nira pekat. Selanjutnya nira pekat ditambah SO2 sehingga dicapai pH tertentu.




Stasiun Kristalisasi


Sistem kristalisasi di pabrik gula tebu menggunakan sistem kristalisasi bertingkat, baik berupa A-D, A-C-D, A-B-D, atau A-B-C-D, dengan ketentuan A dan B adalah produk (berlaku untuk abrik gula tebu di jawa). Nira pekat hasil dari stasiun penguapan diuapkan lagi airnya sehingga akan terbentuk kristal dengan sendirinya. Metode lain kristalisasi adalah dengan menggunakan bibit gula berupa fondan yang selanjutnya kristal bibit itu dibesarkan.




Proses kristalisasi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kristal yang terbentuk mempunyai ukuran yang seragam. Seragamnya ukuran kristal gula akan dicapai apabila konsentrasi larutan dalam bejana kristalisasi dijaga pada konsentrasi tertentu. Setelah ukuran kristal yang diinginkan tercapai, maka kristal yang masih bercampur dengan larutan (masakan /massecuit) diturunkan ke bejana penampung.




Stasiun Pemutaran


Untuk memisahkan kristal dan larutan setelah proses kristalisasi dilakukan langkah pemutaran. Dengan gaya centrifugal, kristal akan tertahan di saringan (basket) dan larutan akan melewati saringan tersebut. Langkah proses pemutaran yang baik akan menghasilkan gula yang putih dan mempunyai kadar air yang kecil.




Di stasiun putaran terdapat 2 jenis alat yaitu batch dan continue. Putaran continue disebut low grade centrifugal dan putaran batch biasa disebut hi grade centrifugal (putaran untuk produk). Selanjutnya gula produk hasil pemutaran di angkut dengan talang goyang (grasshopper) menuju pengering.




Stasiun Pengeringan dan Pendinginan


Pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam gula sehingga meningkatkan ketahanan dalam penyimpanan. Cara pengeringan dilakukan dengan cara pemanasan menggunakan udara kering dan dikontakkan dengan gula. Alat yang digunakan bermacam macam ada yang berupa talang getar atau rotary dryer.




Gula yang dikeringkan dalam keadaan panas, untuk itu perlu didinginkan agar tidak terjadi proses kimiawi yaitu browning pada saat penyimpanan. Pendinginan dilakukan dengan menghembuskan udara dingin baik dari udara sekitar ataupun udara dingin dari alat pendingin udara.




Stasiun Pengarungan


Gula yang sudah dingin selanjutnya ditampung di sugar bin. Setelah itu dilakukan pengarungan atau pengemasan dengan berat 50 Kg. Untuk suplai langsung ke konsumen, pabrik biasanya juga membuat kemasan 1 Kg.




Gudang Gula


Gudang gula berfungsi untuk menimbun gula yang telah dikemas. selanjutnya gula siap untuk didistribusikan ke penyalur atau konsumen.




Technorati :

Del.icio.us :

Zooomr :

Flickr :

Selasa, 17 Agustus 2010

Ternyata Tidak Sulit Membuat Etanol Sendiri

Membuat biofuel dalam hal ini etanol untuk mensubstitusi bahan bakar minyak khususnya premium ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. Industri kecil skala rumahan pun bisa memproduksinya sendiri, syaratnya hanya ketekunan. Lebih menguntungkan lagi, biofuel ini bisa digunakan untuk campuran premium 5 - 10 persen.


Erliana Ginting dan Titik Sundari dari Pascapanen dan Pemuliaan Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang Departemen Pertanian mengungkapkan proses pembuatannya. Caranya, ubi kayu atau singkong yang segar dikupas kulitnya, dicuci lalu diparut. Selanjutnya dilikuifikasi atau ditambahkan enzim amilase dan dipanaskan hingga suhu 90 derajat celsiun selama 30 menit sambil terus diaduk.


Selanjutnya bubur ubi itu didinginkan, dan tambahkan enzim glukoamilase (atau istilah lain disakarifikasi) dan dipanaskan lagi hingga suhu 60 derajat Celsius selama 2 jam. Selanjutnya pada suhu 32 derajat Celsius, ditambahkan ragi. Kemudian difermentasi pada suhu kamar selama 72 jam. Langkah selanjutnya penyulingan, dengan pemanasan minimum 80 derajat celsius. Jadilah etanol dengan kadar 96 persen.


Agar kadar etanol bisa naik sampai 99,5 persen dan bisa digunakan untuk substitusi premium, perlu didehidrasi dengan teknologi molecular sieve.

Minggu, 15 Agustus 2010

Tips Menyusun Neraca Massa

Beberapa tips yang dapat digunakan dalam penyusunan neraca massa dalam tugas prarancangan pabrik kimia adalah sebagai berikut :



A. Persiapan



1. Sebelum neraca massa cari dulu di buku2 kaya Perry, Coulson, Wallas, dan lain lain data sifat sifat fisis bahan seperti kadar, berat molekul, fasa, titik didih, kelarutan, ukuran, titik beku, dan lain lain.



2. Untuk merancang reactor data yang dibutujhkan adalah : Data reaksi kimia yang terjadi baik reaksi utama maupun reaksi samping, data perbandingan kecepatan reaksi masing masing reaksi atau data perbandingan konversi masing masing reaksi, data konversi reaksi yang terjadi.



3. Untuk alat alat pemisah biasanya:



- Untuk yang berdasarkan keseimbangan uap cair data yang dibutuhkan adalah data keseimbangan uap cair seperti persamaan Antoine, contoh : vapourizer,flash drum, dll.



- Untuk yang pemisahanya berdasarkan kelarutan seperti extractor, decanter, absorber,dll maka dibutuhkan data kelarutan senyawa yang satu terhadap yang lain. Data dapat diperoleh di Perry's edisi 6 bab 3 dan bab sesuai pembahasannya.



4. Untuk alat pemisah berdasarkan beda fasa, seperti filtrasi,centrifuge, dibutuhkan data densitas,ukuran butir,viskositas,dll



5. Untuk alat pemisah berdasarkan ukuran butir dibutuhkan data densitas dan ukuran butir.



6. Untuk menara distilasi dibutuhkan ketentuan tentang key component yang terutama ingin dipisahkan, kadar produk akhir yang diinginkan, recovery produk utama terhadap umpan, dan data keseimbangan fasa seperti persamaan Antoine untuk menghitung distributed component.




B. Penyusunan Neraca Massa



Langkah penyusunan neraca massa yang menurut saya paling mudah adalah :



1. Menentukan basis perhitungan, misalnya basis perhitungan : umpan A 1000 kg/j.



2. Menghitung satu per satu per alat massa masing2 senyawa berdasarkan ketentuan tiap alat, dari depan ke belakang sampai diperoleh produk akhir.



3. Hitung berapa produk akhir yang diperoleh berdasarkan basis, misalnya dengan basis umpan A 1000 kg/j diperoleh produk B 950 kg/j.



4. Hitung Ratio perhitungan


a. Ratio= produk sebenarnya diinginkan/produk didapat dari basis


b. Maka umpan A sebenarnya = Ratio x 1000 kg/j



5. Tinggal hitung dech ke belakang pake umpan sebenarnya, atau kalikan aja massa semua yang telah dihitung berdasarkan basis dengan Ratio perhitungan.



6. Cek neraca massa total overall pabrik, total masuk harus = total keluar, kalou salah yah….pasti harus di cek mana yang ga bener ngitungnya.






Dari :http://prarancanganpabrikkimia.blogspot.com/

Rabu, 11 Agustus 2010

PEMURNIAN BIOETHANOL UNTUK BAHAN BAKAR INDONESIA

Sebetulnya bioetanol berkadar kemurnian 95% masih layak dimanfaatkan sebagai bahan bakar motor. Hanya saja, dengan kadar kemurnian itu perlu penambahan zat antikorosif pada tangki bahan bakar agar tidak menimbulkan karat. Sayangnya, saat ini banyak produsen yang menghasilkan bioetanol dengan kemurnian di bawah 95-99%.Batu gamping, memurnikan bioetanol bisa dengan dua cara, yaitu kimia dan fisika. Cara kimia dengan menggunakan batu gamping. Sedangkan cara fisika ditempuh dengan proses penyerapan menggunakan zeolit sintetis. Cara kimia cocok diaplikasikan bagi prdusen kecil, Selain caranya sederhana, biayanya pun relatif murah. Harga sekilo gamping Rp35.000.Batu gamping adalah batu yang terbuat dari pengendapan cangkang kerang dan siput, foraminifera atau ganggang. Batu itu berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, cokelat, atau hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan kapur adalah aragonit. Ia merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit. Mineral lainnya siderit, ankarerit, dan magnesit, tapi ketiganya berjumlah sangat sedikit.Batu gamping bersifat higroskopis, artinya mempunyai kemampuan untuk menyerap air. Karena itulah ia mampu mengurangi kadar air dalam bioetanol, sebelum digunakan sebaiknya batu gamping ditumbuk hingga jadi tepung agar penyerapan air lebih cepat. Perbandingannya untuk 7 liter bioetanol diperlukan 2-3 kg batu gamping. Campuran itu didiamkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Selanjutnya, campuran diuapkan dan diembunkan menjadi cair kembali sebagai etanol berkadar 99% atau lebih. Bioetanol inilah yang bisa dicampur dengan bensin atau digunakan murni.Walaupun prosesnya sangat mudah, tapi penggunaan batu gamping memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya jumlah etanol yang hilang sangat tinggi, mencapai 30%. hal itu terjadi karena selain menyerap air, gamping juga menyerap alkohol. 'Nah, alkohol itu tidak dapat keluar karena terikat pada pori-pori gamping. Zeolit sintetisAlternatif lain, pemurnian bioetanol dengan zeolit sintetis. Proses pemurnian itu menggunakan prinsip penyerapan permukaan. Zeolit adalah mineral yang memiliki pori-pori berukuran sangat kecil. Sampai saat ini ada lebih dari 150 jenis zeolit sintetis. Di alam, zeolit terbentuk dari abu lahar dan materi letusan gunung berapi. Zeolit juga bisa terbentuk dari materi dasar laut yang terkumpul selama ribuan tahun.Zeolit sintetis berbeda dengan zeolit alam. Zeolit sintetis terbentuk setelah melalui rangkaian proses kimia. Namun, baik zeolit sintetis maupun zeolit alam berbahan dasar kelompok alumunium silikat yang terhidrasi logam alkali dan alkali tanah (terutama Na dan Ca). Struktur zeolit berbentuk seperti sarang lebah dan bersifat negatif. Sifat pori-porinya yang negatif bisa dinetralkan dengan penambahan ion positif seperti sodium.Kedua zeolit itu sama-sama memiliki kemampuan menyerap air. Pada zeolit alam, air yang sudah terserap perlahan-lahan dilepaskan kembali; zeolit sintetis, air akan terikat kuat. Zeolit sintetis yang paling sederhana adalah zeolit A. Artinya, perbandingan antara molekul silika, alumina, dan sodium adalah 1:1:1. 'Untuk pemurnian bioetanol, sebaiknya digunakan zeolit sintetis 3A,'. Maksudnya zeolit yang berukuran 3 angstrom (1 angstrom = 1,0 x10-10 m red). Dibandingkan zeolit alam dan sintetis lainnya, zeolit sintetis 3A memiliki beberapa keunggulan. Di antaranya ruang terbuka pada pori-porinya mencapai 47% lebih banyak, memiliki kemampuan untuk menukar molekul sodium, dan mampu mengikat air.Mengapa zeolit sintetis bisa menyerap dan mengikat air? Itu karena partikel air lebih kecil daripada partikel etanol. Partikel air berukuran 3 angstrom sehingga dapat diserap zeolit. Sedangkan partikel etanol berukuran lebih besar 4,4 angstrom sehingga tidak bisa diserap oleh zeolit. Karena itu ketika etanol 95% dilewatkan pada sebuah tabung berisi zeolit, kadar etanol bisa meningkat karena airnya diikat oleh zeolit. Proses itu terjadi karena pori-pori zeolit bersifat molecular shieves. Artinya, molekul zeolit hanya bisa dilalui oleh partikel-partikel berukuran tertentu. Karena itulah proses pemurnian bioetanol dengan zeolit sintetis dinamakan juga proses molecular shieves.Penggunaan zeolit sintetis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan batu gamping. 'Waktu yang dibutuhkan lebih pendek, hanya 12 jam. Selain itu, etanol yang hilang pun hanya 10%. Sayang, harganya jauh lebih mahal ketimbang batu gamping, Rp100.000/kg. Selain itu, zeolit sintetis belum diproduksi di Indonesia. Karena itu, penggunaan zeolit sintetis lebih cocok untuk perusahaan besar.



sumber : ivan-aries.blogspot.com


Senin, 09 Agustus 2010

Saccharate liming




(Sistem sakarat di pabrik gula)




Industri pengolahan gula pada umumnya menerapkan pemurnian dengan sistem sulfitasi (defekasi-sulfitasi). Terdapat beberapa pabrik saja yang menerapkan pemurnian secara karbonatasi diantaranya adalah PG. Gondang Baru di Klaten dan salah satu pabrik milik Sugar Group di lampung tengah. Beberapa pabrik gula baru menerapkan sistem pengolahan semi rafinasi yang bisa menghasilkan SHS (gula produk) yang memiliki warna (ICUMSA) yang lebih kecil daripada dengan proses sulfitasi.




Inovasi lain yang sedang ramai dibincangkan adalah sistem sakarat pada proses pemurnian. Pada masa giling tahun 2010, telah banyak pabrik gula di jawa yang berinovasi untuk menerapkan pemurnian dengan menambahkan susu kapur dalam bentuk kalsium sakarat. Sebelumnya, pabrik gula Gunung Madu di lampung tengah telah sukses menerapkan metode sakarat. Pada masa giling tahun 2009, PT. PG Rajawali II juga menerapkan metode ini disusul PT. PG. Rajawali I, dan PT. PG Candi Baru pada tahun giling berikutnya. Yang membedakan sistem ini dengan yang lain adalah pada cara penambahan susu kapur pada proses pemurniannya yaitu diberikan dalam bentuk kalsium sakarat.




Dalam proses pemurnian di pabrik gula, penetralan nira dilakukan dengan menambahkan susu kapur, hidroksida kapur yang terlarut mengalami ionisasi dari ion Ca++ bereaksi dengan asam. Konsentrasi ion Ca++ dipengaruhi oleh kelarutan kapur, dan ternyata kelarutan kapur cukup kecil, yaitu pada suhu 25OC hanya terlarut 0,12 ℅ yang berarti kecepatan reaksi penetralan juga lambat. Sifat sakarida mampu membentuk ikatan dengan kation, termasuk kapur membentuk sakarat sehingga kadar kapur aktif tampak menaik atau kelarutan kapur dalam larutan gula meningkat. Pada larutan sukrosa 10 % dapat mengandung CaO 1,5 %.




Kelarutan hidroksida kalsium akan turun bila suhu naik. Jadi larutan jenuh pada suhu kamar bila dididihkan atau dipanaskan akan terjadi pengendapan. Kelarutan juga dipengaruhi oleh sifat partikel kapur. Kelarutan hidriksida kalsium (kapur) juga akan naik pada pelarut berupa larutan gula. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula, maka kelarutan kapur juga akan bertambah. Larutnya kapur akan menaikkan kadar kapur dalam larutan gula. Jika kadar kapur dalam larutan gula tinggi, maka terdapat kapur aktif yang tinggi pula yang berarti reaktifitas kapur akan meningkat. Hal ini yang menjadi dasar pemilihan sistem sakarat pada proses pemurnian.




Untuk menerapkan sistem sakarat ini, ada literatur yang menggunakan nira pekat dengan kadar brix 68 dicampur dengan menggunakan susu kapur dengan kadar 15 oBe dengan perbandingan 7 : 1 dengan waktu reaksi selama 5 menit dengan adanya pengadukan (mixing). Walaupun sebenarnya dapat dibuat juga dengan campuran nira mentah dan susu kapur. Larutan sakarat yang terbentuk mempunyai pH berkisar 11,0 - 11,5. Selanjutnya sakarat diinjeksikan sesuai dosis yang cocok pada nira mentah, tiap bahan (nira mentah) mempunyai karakteristik tertentu sehingga perlu adanya percobaan di laboratorium dalam penentuan dosisnya. Ada juga yang mencoba sakarat dengan perbandingan +/- 1% terhadap nira mentah yang diolah. Adapun injeksinya dilakukan pada pipa setelah tahapan pemanas pertama (JH/PP I).




Perlu menjadi perhatian dalam pembuatan sakarat, nira pekat pada kondisi pH yang tinggi (pH 11,0 - 11,5), beberapa gula reduksi yang telah rusak akan meningkatkan kadar asam organik dalam bentuk garam kalsium dan akan menurunkan PH. Selain itu, asam amino yang ada akan bereaksi dengan reducing sugar yang menyebabkan reaksi maillard. Proses degradasi ini bertambah banyak seiring dengan lamanya waktu tinggal, sehingga memperhitungkan waktu tinggal dalam proses pembuatan sakarat menjadi penting.




Operasi sakarat di PT. PG Rajawali II unit PG. Sindang laut, PG. Tersana Baru dan PG. Karang Suwung menunjukkan, aplikasi sistem sakarat ini akan menurunkan penggunaan bahan pembantu yang berupa belerang dan kapur tohor. Dalam operasi sakarat, jumlah penggunaan kapur yang dicapai adalah sebanyak 125 Kg/100 ton tebu dan belerang sebanyak 27 Kg/100 ton tebu.




Dalam operasi sakarat, kontrol pH menjadi sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Idealnya, proses pemurnian pada zaman yang sudah maju ini menggunakan kontrol pH otomatis yang dihubungkan dengan modutrol di sistem penjatah kapur. Hal ini akan memudahkan pengontrolan pH dan efeknya adalah lebih sempurnanya proses pemurnian sesuai dengan keinginan.




Penggunaan pH meter digital di stasiun pemurnian sebenarnya sudah banyak diterapkan pada pabrik gula di jawa, akan tetapi kenyataannya penulis belum pernah menemui pH meter di pabrik gula (pemurnian) yang bisa berfungsi dengan baik, padahal investasi yang dikeluarkan sangat besar. Hal ini merupakan sesuatu yang kurang mendapat perhatian, sehingga pabrik-pabrik yang latah untuk menjadi modern yaitu dengan menggunakan pH meter digital di stasiun pemurnian kecewa dengan performanya. Untuk itu perlu diperhitungkan dan diperhatikan jenis-jenis pH meter yang akan digunakan.




Technorati :

Del.icio.us :

Zooomr :

Flickr :

Jumat, 06 Agustus 2010

Cara membuat Bio Ethanol dari singkong

Anda tak percaya ? Sekarang mulailah untuk mempersiapkan tikar karena kita akan bertualang sejenak ke kebun belakang rumah. Begini ceritanya….


Negara-negara maju telah mengembangkan energi alternatif yang dapat menggantikan peranan minyak bumi dan sumber bahan alam (terutama galian) yang berfungsi sebagai bahan bakar. Cadangan minyak bumi yang semakin menipis karena peningkatan kebutuhan serta jumlah penduduk dunia yang bombastis (China saja jumlah penduduknya sudah 1 milyar…) adalah faktor pendorong giatnya ilmuwan dalam mencari sumber energi baru yang dapat diperbaharui, murah dan aman bagi lingkungan (terutama yang berasal dari nabati).




Beberapa bahan bakar alternatif yang popular adalah biodiesel, biogas, biofuel, hydrogen dan energi nuklir. Biofuel adalah salah satu turunan dari biomassa. Biofuel merupakan bahan bakar yang berasal dari tumbuhan atau hewan, biasanya dari pertanian, sisa padatan juga hasil hutan.


Coba kita lihat biofuel, khususnya etanol. Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula komplek menjadi gula sederhana), fermentasi, dan distilasi, tanaman-tanaman seperti Jagung, Tebu dan Singkong dapat dikonversi menjadi bahan bakar.


Kebetulan beberapa waktu yang lalu menemukan cara pembuatan etanol dari singkong yang diterapkan oleh Bapak Tatang H Soerawidjaja. Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per hari :




  1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapal dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.

  2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku

  3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless si eel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100″C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.

  4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebclum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati

  5. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17-18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.

  6. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28-32″C dan pH 4,5-5,5.

  7. Setelah 2-3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6-12% etanol

  8. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.

  9. Meski telah disaring, etanol masih bercampurair. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78″C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.

  10. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larul, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100″C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120- 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek





=================================


sumber : http://groups.yahoo.com/group/PAM78_80/message/2718


Kamis, 05 Agustus 2010

MEMBUAT BIOFUEL

E-Fuel, sebuah perusahaan di Silicon Valley yang didirikan oleh Floyd Butterfield dan Thomas Quinn, mengumumkan rencananya untuk memasarkan MicroFueler pada akhir tahun 2008. Microfueler yang sebenarnya merupakan pompa bensin tersebut akan dipasarkan seharga US$ 9.995.


MicroFueler yang mempunyai ukuran sebesar pompa bensin menggunakan gula sebagai bahan baku utamanya. Gula tersebut dicampur dengan ragi hasil rekayasa perusahaan tersebut. Menurut E-Fuel, untuk membuat satu galon ethanol, dibutuhkan 4,5 hingga 6,5 kg. Jika gula yang digunakan adalah gula dengan harga toko, sekitar 20 sen per 0,5 kg, ditambah dengan harga listrik, biaya untuk menghasilkan satu galon ethanol hampir sama dengan harga gas saat ini di Amerika Serikat.


Thomas Quinn, pendiri E-Fuel menjelaskan bahwa dia memanfaatkan sisa-sisa alkohol sebagai alternatif penggunaan gula, dan biaya yang dikeluarkan hanya untuk listriknya.


Seperti yang dikutip New York Times, Quinn menjelaskan bahwa pemasaran produk tersebut akan menyebabkan tekanan keuangan di industri minyak.


Sebelumnya, proses distilasi ethanol membutuhkan peralatan yang besar dan masih dipertanyakan efisiensinya. Tetapi teknologi yang dikembangkan E-Fuel menggunakan membran untuk distilasi yang mempunyai kemampuan memisahkan air dari alkohol pada suhu rendah. Sedangkan teknologi konvensional belum mampu melakukan hal tersebut.


Menurut E-Fuel, MicroFueler bisa mengisi tangki berkapasitas 132,5 liter dalam seminggu. Proses yang terjadi di dalam mesin pompa bensin tersebut tidak menghasilkan bau, dan bahkan air yang dihasilkan sebagai produk sampingnya bisa dikonsumsi.


Berkenaan dengan karbon yang ditimbulkan, menurut E-Fuel karbon yang dihasilkan ketika 1 galon ethanol tersebut dibakar hanya sebesar 12% dari karbon yang dihasilkan oleh bensin dengan volume yang sama.


E-Fuel berencana untuk memasarkan produknya ke pasar internasional, dengan lokasi produksi di Cina dan Inggris, selain di Amerika Serikat sendiri. Perusahaan tersebut juga berusaha untuk mengembangkan versi komersial dan dengan teknologi yang tidak hanya menggunakan gula sebagai bahan baku pompa bensin ethanol tesebut.


sumber : http://ivan-aries.blogspot.com/